Monday, June 17, 2013

asuhan keperawatan sle

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS
DISUSUN OLEH:
EDY RIAWAN







 POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG
JURUSAN KEPERAWATAN
2013













SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS
(SLE)



I.                   PENGERTIAN
Suatu penyakit auotoimun kronik yang melibatkan berbagai organ dengan manifestasi klinis yang bervariasi dari yang ringan sampai berat. (kapita selekta 2000).

II.                ETIOLOGI
Sampai saat ini penyebab SLE belum diketahui .
Diduga faktor genetik, infeksi dan lingkungan ikut berperan pada patofisiologi SLE. Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari sel dan jaringan tubuh sendiri. Penyimpangan reaki imunologi ini akan menghasilkan antibodi secara terus menerus. Antibodi ini juga berperan dalam pembentukan komplek imun sehingga mencetuskan penyakit inflamasi imun sistemik dengan kerusakan multi organ.
Faktor resiko:
1.      Genetik
2.      Hormon
Estrogen menambah resiko SLE, sedangkan androgan mengurangi resiko ini.
3.      Sinar ultraviolet
Mengurangi supresi imun, sehingga terapi menjadi kurang efektif, sehingga SLE kambuh dan bertambah berat.
4.      Imunitas
Pada pasien SLE terdapat hiperaktifitas sel B atau intoleransi terhadap sel T
5.      Obat
ü  Obat yang pasti menyebabkan SLE: hidralazin, prokainamid, metildopa,dll.
ü  Obat yang mungkin dapat menybabkan SLE: penisilamin, dilantin, dan kuinidin.

6.      Infeksi
Terkadang penyakit ini kambuh setelah infeksi.
7.      Stress
Stress berat dapat mencetuskan SLE pada pasien yang sudah memiliki kecendrungan akan penyakit ini.

III.             PREVALANSI
 Angka kejadian sebesar 25 % pada kembar monozigot, tapi hanya 2% pada saudara kandung yang tidak kembar. SLE terutama timbul pada populasi wanita Afrika – Amerika sekitar (1 dari 250). Sebaliknya prevalansi yang rendah pada kelompok etnis yang sama di Afrika Barat.Pada populasi multietnis di Inggris prevalensinya 45 – 50 per 100 ribu wanita.Wanita terkena 10 akli lebih banyak dibandingkan pria. Puncak onset adalah pada usia 15 – 40 tahun ( Medicine at a Glance 2005).

IV.             MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang paling sering adalah artritis simetris atau atralgia. Gangguan ini dapat ditemukan pada sekitar 90% dari seluruh kasus, seringkali sebagai manifestasi awal. Sendi – sendi yang paling sering terserang adalah sendi – sendi proksimal tangan, pergelangan tangan, siku, bahu, lutut, dan pergelangan kaki. Poliartritis SLE berbeda dari AR karena jarang bersifat erosif atau membentuk deformitas.
1.      Gejala konstitusional
ü  Demam
ü  Rasa lelah
ü  Lemah
ü  Berkurangnya berat badan
ü  Keletihan dan rasa lemah ( timbul sebagai gejala sekunder dari anemia ringan yang ditimbulkan untuk SLE )


2.      Menifestasi kulit
ü  Ruam eritematosa pada pipi berbentuk kupu - kupu, leher, dan anggota gerak
ü  Alopesia
ü  Ulserasi pada mukosa mulut dan nasofaring
3.      Pleuritis ( nyeri dada )
4.      Karditis
Yang menyerang miokardium, endokardium, dan perikardium
5.      Fenomena Raynaud
Adalah spasme arteri pada daerah jari yang akhirnya dapat terjadi perubahan sistemik, nekrosis dan gangren.Timbul lebih kurang 40% penderita SLE ,
6.      Manifestasi SSP
ü  perubahan tingkah laku ( depresi, psikosis )
ü  kejang – kejang
ü  neuropati perifer
7.      Manifestasi ginjal
Terjadinya nefritis akibat anti DNA melekat pada DNA dan diendapkan pada glomerulus ginjal. Komlpemen terfiksasi pada kompleks imun ini, dan proses peradangan dimulai. Akibatnya dapat terjadi peradangan ginjal, kerusakan jaringan dan pembentukan jaringan parut yang akhirnya bisa berakibat terjadinya penurunan fungsi ginjal secara progresif.

            Diagnosa formal ditentukan berdasarkan ditemukannya 4 dari 11 gejala yang mungkin seperti yang ditentukan oleh American College of Rheumatology dibawah ini:
Klinis
Laboratorium
Ruam malar
Ruam fotosensitif
Ruam lupus diskoid
Keterlibatan neurologis
Kejang atau psikosis
Penyakit ginjal: Proteinuri atau sedimen
Serositis: Pleuritis atau perikarditis
Ulkus aftosa mukosa
Artritis
Kelainan hematologis
Kelainan imunologis
ANA positif


V.                PROSEDUR DIAGNOSTIK
Diagnosis SLE dibuat berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium.
Pemereksaan laboratorium meliputi:
1.      Pemeriksaan darah
ü  Leukopeni / limfopeni
ü  Anemia
ü  Trombositopenia
ü  LED meningkat
2.      Imunologi
ü  ANA ( antibodi anti nuklear )
ü  Anti bodi DNA untai ganda ( ds DNA ) meningkat
ü  Kadar komplemen C3 dan C4 menurun
ü  tes CRP ( C- reactive protein ) positif
3.      Fungsi ginjal
ü  Kreatinin serum meningkat
ü  Penurunan GFR
ü  Protein uri  ( > 0.5 gram per 24 jam)
ü  Ditemukan sel darah merah dan atau sedimen granular
4.      Kelainan pembekuan yang berhubungan dengan antikoagulan lupus
ü  APTT memanjang ayng tidak membaik pada pemberian plasma normal
5.      Serologi VDRL ( sifilis )
ü  Memberikan hasil positif palsu
6.      Tes vital lupus
ü  Adanya pita Fg 6 yang khas dan atau deposit Ig M pada persambungan
dermo – epidermis pada kulit yang terlibat dan yang tidak

VI.             PENATALAKSANAAN MEDIS
1.      OAINS ( Obat Anti Inflamasi Non Steroid)
Indikasi :
·         Analgetik
·         Anti piretik
·         Anti Inflamasi
·         Anti Koagulan
2.      Kortikosteroid
Indikasi :
-          Anti Inflamasi : bersifat paliatif ( hanya mengatasi gejala)
-          Menurunkan reaksi hipersensitif
3.      Antimalaria, efektif dalam mengatasi manifestasi kulit, muskuloskeletal dan kelainan sistemik ringan.
Indikasi :
§  Anti Inflamasi
§  Imunosupresif
§  Fotoprotektif
§  Stabilisasi nukleoprotein
4.      Siklofosfamid
Indikasi : Bila tidak berespon terhadap kortikosteroid dosis tinggi

ü  PROGNOSIS
Angka harapan hidup 5 tahun secara keseluruhan adalah 85-88 %. Dan 10 tahun 76-87 %. Penyebab utama kematian pada SLE adalah karena infeksi, nefritis lupus, dan konsekwensi gagal ginjal, penyakit kardiovaskuler dan lupus SSP.

ü  WOC



ü  ASUHAN KEPERAWATAN
·         Pengkajian
  1. Riwayat Kesehatan
·         Riwayat kesehatan dahulu
ü  Riwayat terekspos sinar radiasi UV yang parah
ü  Riwayat pemakaian obat-obatan hidralazin, prokainamid,isoniazid, kontrasepsi oral dll
ü  Riwayat terinfeksi virus
ü  Terekspos bahan kimia
ü  Riwayat pasien wanita yang haid pertama terlalu cepat
·         Riwayat kesehatan keluarga
ü  Riwayat keluarga dengan penyakit autoimin
ü  Riwayat keluarga dengan infeksi berulang
·         Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mengatakan:
ü  nyeri sendi karena gerakan
ü  kekakuan pada sendi
ü  kesemutan pada tangan dan kaki
ü  sakit kepala
ü  demam
ü  merasa letih, lemah
ü  limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang,pekerjaan
ü  keputusasaan dan ketidakberdayaan
ü  kesulitan untuk makan
ü  nausea, vomitus
ü  sesak nafas
ü  nyeri dada
ü  ancaman pada konsep diri, citra diri


  1. Pemeriksaan Fisik
1)      Aktivitas dan latihan
ü  Keterbatasan rentang gerak
ü  Deformitas
ü  Kontraktur
2)      Nyeri dan kenyamanan
ü  Pembengkakan sendi
ü  Nyeri tekan
ü  Perubahan gaya berjalan/pincang
ü  Gerak otot melindungi yang sakit
3)      Kardiovaskuler
ü  Fenomena raynoud
ü  Hipertensi
ü  Edeme
ü  Pericardial friction rub
ü  Aritmia
ü  murmur
4)      Nutrisi dan metabolik
ü  Lesi pada mulut
ü  Penurunan berat badan
5)      Pola eliminasi
ü  Peningkatan pengeluaran urin
ü  Konstipasi /diare
  1. Pemeriksaan Penunjang
Sama seperti pemeriksaan diagnostik
·         Diagnosa
1.      Intoleransi aktivitas b.p peningkatan aktivitas penyakit
2.      Gangguan rasa nyaman b. d. distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi
3.      Gangguan integritas kulit b.d. fotosensitive, ruam kulit dan alopesia
4.      Intoleran aktivitas b.d. artralgia, kelemahan dan keletihan
5.      Gangguan citra diri b.d penyakit kronik

·         Intervensi
1)      Intoleransi Aktivitas b.d peningkatan aktivitas penyakit
Manifestasi klinis :  Kehilangan energi
   Ketidakmampuan ADL
Kriteria Hasil :
1.      Mengidentifikasi faktor-faktor yang menurunkan toleran aktivitas
2.      Memperlihatkan kemajuan (khususnya tingkat yang lebih tinggi dari mobilitas yang mungkin)
3.      Memperlihatkan penurunan tanda-tanda hipoksia pada peningkatan aktivitas(nadi, tekanan darah, pernafasan)
4.      Melaporkan penurunan gejala-gejala intoleran aktivitas
Intervensi
Rasional
1)      Kaji respon pasien terhadap aktivitas
2)      Kaji pasien untuk aktivitas prioritas
3)      Ajarkan teknik penyimpanan energi seperti duduk disaat mencuci piring, mendapat bantuan dari orang lain
4)      Libatkan keluarga dalam rencana keperawatan

5)      Ajarkan teknik medikasi dan yoga
6)      Anjurkan pasien untuk istirahat teratur dan sesuai dengan yang dibutuhkan  

ü  Untuk mengatahui adanya ADL
ü  Untuk mengembangkan rutinitas kegiatan sehari – hari secara sempurna
ü  Untuk menyelesaikan sesuatu sebanyak mungkin dengan meminimalkan pengeluaran energi

ü  Untuk meningkatkan dukungan pada pada pasien dan keluarga mengerti tentang penyakit dan komplikasi.
ü  Untuk mengurangi stres
ü  Untuk sementara membalikkan efek dari keletihan

2)      Gangguan rasa nyaman b. d. distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi
Manifestasi klinis :  Keluhan dari nyeri sendi, perilaku distraksi,berfokus pada diri sendiri.
Intervensi
Rasional
1)      Kaji lokasi nyeri dan beratnya nyeri
Untuk merencanakan intervensi yang tepat
2)      Berikan analgesia sebagai order dan monitor efek, ajarkan tindakan menjaga sendi, kompres panas dan dingin yang sesuai
Untuk mengurangi nyeri
3)      Gunakan nonfarmakologi, nyeri intervensi seperti relaksasi dan imajinasi
Untuk menggantikan analgesia

3)      Gangguan integritas kulit b.d fotosensitif, ruam kulit, dan alopesia
Manifestasi klinis :  Ruam pada beberapa bagian tubuh, muka “kupu-kupu”, rambut rontok, daerah ulkus diujung jari, keluhan dari urtikaria dan fotosensitif
Kriteria hasil :
1.      Menunjukkan tingkah laku untuk mencegah kerusakan kulit/meningkatkan kesembuhan
2.      Menunjukkan kemajuan pada luka/penyembuhan lesi.


Intervensi
Rasional
Mandiri
1)      Kaji kulit setiap hari. Catat warna, turgir, sirkulasi, dan sensasi. Gambarkan lesi dan amati perubahan

Untuk merencanakan intervensi yang tepat
2)      Pertahankan / instruksikan higine kulit. Misal: membasuh, kemudian mengeringkannya dengan hati – hatidan melakukan masase dengan lotion atau krim
Mempertahankan kebersihan karena kulit yang kering dapat menjadi barier infeksi. Pembasuhan kulit kering sebagai ganti menggaruk menurunkan resiko trauma dermal. Masase meningkatkan sirkulasi kulit dan meningkatkan kenyamanan.
3)      Secara teratur ubah posisi, ganti seprai sesuai kebutuhan
Meningkatkan aliran darah kejaringan, dan meningkatkan proses kesembuhan
4)      Pertahankan sprei bersih, kering, dan tidak berkerut
Friksi kulit disebabkan oleh kain yang berkerut dan basah yang menyebabkan iritasi dan potensial terhadap infeksi
5)      Tutupi luka tekan yang terbuka dengan pembalut yang steril
Dapat mengurangi kontaminasi bakteri, meningkatkan proses penyembuhan
Kolaborasi
1)      Dapatkan kultur dari lesi kulit terbuka

Mengidentifikasi bakteri patogen dan pilihan perawatan yang sesuai
2)      Berikan obat – obatan topikal atau sistemik sesuai indikasi
Diginakan pada perawatan lesi kulit
3)      Lindungi lesi / ulkus dengan balutan basa atau salep antibiotik sesuai petunjuk
Melindungi area ulserasi dari kontaminasi dan meningkatkan penyembuhan






















No comments:

Post a Comment