MAKALAH KEPERAWATAN PROFESIONAL
Identifikasi Kasus Kejahatan dan Pelanggaran di Bidang
Kesehatan
Disusun Oleh :
Kelompok
Tingkat 2
Reguler
Dosen Pembimbing :
Hj. Dwi Agustanti,.Mkep.,Sp.Kom
KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
POLTEKNIK KESEHATAN
TANJUNGKARANG
JURUSAN KEPERAWATAN
2011/2012
Lembar Pengesahan
Judul
: MAKALAH DOKUMENTASI KEPERAWATAN
METERNITAS
Tanggal : 22
Oktober 2012
Kelompok :
Nama
Anggota :
1.
Andika Pranata 11200
006
2.
Anisa Kartika
Aprilia 11200
007
3.
Dyto Pandu Pratama 11200
015
4.
Edy Riawan 11200
016
5.
Indenti Oktariani 11200
024
6.
Rinta Wulandari 11200 029
7.
Tana Nurhasanah 11200
033
8.
Yesi Agraini 11200
039
Mengetahui,
Pembimbing
Hj. Anita Puri, M.Kep., Sp. Mat
Kata Pengantar
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat-Nya pada akhirnya makalah ini
dapat diselesaikan.
Makalah
ini dibuat untuk memenuhi tugasasiswa dari Mata Kuliah Keperawatan Profesional Jurusan
Keperawatan Tahun Ajaran 2012-2013
Pada
kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu.Dwi Agustanti.M.Kep,
Sp.Kom selaku dosen Mata Kuliah Dokumentasi
Keperawatan yang
telah memberikan bimbingan dan pengarahan demi terselesainya makalah ini.
2. Rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat
bagi para mahasiswa, khususnya masyarakat dam pembaca pada umumnya. Dan semoga
makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan tambahan untuk memperoleh
pengetahuan.
Bandarlampung, November2012
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul................................................................................................... i
Halaman Keterangan........................................................................................ ii
Kata Pengantar................................................................................................ iii
Daftar Isi........................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 3
2.1 Definisi....................................................................................................................................... 3
2.2 Malpraktek.............................................................................................................................. 3
2.3 Kelalaian (Negligence) ..................................................................................................... 4
2.4 Liabilitas dalam praktek keperawatan........................................................................ 5
2.5 Dasar hukum perundang-undangan praktek keperawatan................................ 6
2.6 Kepmenkes No.647/SK/IV/2000 tentang registrasi dan praktik perawat... 6
2.7 Tanggung jawab profesi perawat................................................................................... 7
2.8
Beberapa bentuk Kelalaian dalam Keperawatan.................................................... 9
2.9 Dampak Kelalaian............................................................................................................... 10
BAB III KASUS
PERLINDUNGAN LEGAL KEPERAWATAN
3.1 ANALISA KASUS.......................................................................................................................... 13
3.2 Hal yang perlu dilakukan dalam upaya pencegahan dan perlindungan bagi
penerima pelayanan asuhan keperawatan............................................................................ 16
3.3 Bagi Rumah Sakit dan Ruangan........................................................................................... 16
IV. Faktor Manusia dalam Kasus Malpraktek.................................................................... 18
CONTOH KASUS MALPRAKTIK DI MASYARAKAT ............................................................ 20
BAB V PENUTUP
5.1 KESIMPULAN............................................................................................................................... 26
5.2 SARAN.............................................................................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perawatan merupakan salah satu profesi tenaga
kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan langsung baik kepada individu,
keluarga dan masyarakat. Sebagai salah satu tenaga profesional, keperawatan
menjalankan dan melaksanakan kegiatan praktek keperawatan dengan mengunakan
ilmu pengetahuan dan teori keperawatan yang dapat dipertanggung jawabkan.
Dimana ciri sebagai profesi adalah mempunyai bdy of knowledge yang dapat diuji
kebenarannya serta ilmunya dapat diimplementasikan kepada masyarakat langsung.
Pelayanan kesehatan dan keperawatan yang dimaksud
adalah bentuk implementasi praktek keperawatan yang ditujukan kepada
pasien/klien baik kepada individu, keluarga dan masyarakat dengan tujuan upaya
peningkatan kesehatan dan kesejahteraan guna mempertahankan dan memelihara
kesehatan serta menyembuhkan dari sakit, dengan kata lain upaya praktek
keperawatan berupa promotif, preventif, kuratif dan rehabilitasi.
Dalam melakukan praktek keperawatan, perawat
secara langsung berhubungan dan berinteraksi kepada penerima jasa pelayanan,
dan pada saat interaksi inilah sering timbul beberapa hal yang tidak diinginkan
baik disengaja maupun tidak disengaja, kondisi demikian inilah sering
menimbulkan konflik baik pada diri pelaku dan penerima praktek keperawatan.
Oleh karena itu profesi keperawatan harus mempunyai standar profesi dan aturan
lainnya yang didasari oleh ilmu
pengetahuan yang dimilikinya, guna memberi perlindungan kepada masyarakat. Dengan
adanya standar praktek profesi keperawatan inilah dapat dilihat apakah seorang
perawat melakukan malpraktek, kelalaian ataupun bentuk pelanggaran praktek keperawatan
lainnya.
Kelalaian (Negligence)
adalah salah satu bentuk pelanggaran praktek keperawatan, dimana perawat melakukan
kegiatan prakteknya yang seharusnya mereka lakukan pada tingkatannya, lalai
atau tidak mereka lakukan. Kelalaian ini berbeda dengan malpraktek, malpraktek merupakan
pelanggaran dari perawat yang melakukan kegiatan yang tidak seharusnya mereka
lakukan pada tingkatanya tetapi mereka lakukan.
Kelalaian dapat disebut sebagai bentuk pelanggaran
etik ataupun bentuk pelanggaran hukum, tergantung bagaimana masalah kelalaian
itu dapat timbul, maka yang penting adalah bagaimana menyelesaikan masalah
kelalaian ini dengan memperhatikan dari berbagai sudut pandang, baik etik,
hukum, manusianya baik yang memberikan layanan maupun penerima layanan.
Peningkatan kualitas praktek keperawatan, adanya standar praktek keperawatan
dan juga meningkatkan kualitas sumber daya manusia keperawatan adalah hal penting.
Dengan berbagai latar belakang diatas maka
kelompok membahas beberapa hal yang berkaitan dengan kelalaian, baik ditinjau
dari hukum dan etik keperawatan, disamping itu juga kelompok membahas bagaimana
dampak dan bagaimana mencegah serta melindungi klien dari kelalaian praktek
keperawatan.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini, secara umum adalah mahasiswa
dapat memahami kelalaian dalam bidang keperawatan dilihat dari dimensi etik dan
dimensi hukum. Dan secara khusus mahasiswa dapat menjelaskan tentang
pengertian, kriteria dan unsur-unsur terjadinya kelalaian, disamping itu juga
dapat menjelaskan dampak yang terjadi dengan adanya kelalaian serta bagaimana
mencegah terjadinya kelalaian dalam praktek keperawatan.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Definisi
Hukum adalah kumpulan peraturan yang berisi
kaidah-kaidah hukum, sedangkan etika adalah kumpulan peraturan yang berisi
kaidah-kaidah non hukum, yaitu kaidah-kaidah tingkah laku (etika) (Supriadi,
2001).
Hukum adalah ” A binding
custom or practice of acommunity: a rule of conduct or action, prescribed or
fomally recognized as binding or enforced by a controlling authority “ (Webster’s,
2003).
Banyak sekali definisi-definisi yang berkaitan dengan hukum, tetapi
yang penting adalah hukum itu sifatnya rasionalogic, sedangkan tentang hukum dalam keperawatan
adalah kumpulan peraturan yang berisi kaidah-kaidah hukum keperawatan yang
rasionalogic dan dapat dipertanggung jawabkan.
Fungsi hukum dalam keperawatan, sebagai berikut:
2.1.1 Memberi kerangka kerja untuk menetapkan kegiatan praktek perawatan apa yang
legal dalam merawat pasien.
2.1.2 Membedakan tanggung jawab perawat dari profesi kesehatan lain
2.1.3 Membantu menetapkan batasan yang independen tentang kegiatan keperawatan
2.1.4 Membantu mempertahankan standar praktek keperawatan dengan membuat perawat
akontabilitas dibawah hukum yang berlaku
2.2 Malpraktek
Balck’s law dictionary mendefinisikan malpraktek sebagai ”professional misconduct or unreasonable lack
of skill” atau failure of one rendering
professional services to exercise that degree of skill and learning commonly
applied under all the circumstances in the community by the average prudent
reputable member of the profession with the result of injury, loss or damage to
the recipient of those services or those entitled to rely upon them”.
Bila dilihat dari definisi diatas maka malpraktek dapat terjadi
karena tindakan yang disengaja (intentional) seperti pada misconduct tertentu,
tindakan kelalaian (negligence), ataupun suatu
kekurang-mahiran/ketidakkompetenan yang tidak beralasan (Sampurno, 2005). Malpraktek dapat dilakukan oleh profesi apa saja, tidak hanya dokter,
perawat. Profesional perbankan dan akutansi adalah beberapa profesi yang dapat
melakukan malpraktek.
2.3 Kelalaian (Negligence)
Kelalaian tidak sama dengan malpraktek, tetapi
kelalaian termasuk dalam arti malpraktik, artinya bahwa dalam malpraktek tidak
selalu ada unsur kelalaian.
Kelalaian adalah segala tindakan yang dilakukan
dan dapat melanggar standar sehingga mengakibatkan cidera/kerugian orang lain (Sampurno, 2005).
Sedangkan menurut amir dan hanafiah (1998) yang
dimaksud dengan kelalaian adalah sikap kurang hati-hati, yaitu tidak melakukan
apa yang seseorang dengan sikap hati-hati melakukannya dengan wajar, atau
sebaliknya melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati tidak akan
melakukannya dalam situasi tersebut.
Negligence, dapat berupa Omission (kelalaian untuk
melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan) atau Commission (melakukan sesuatu
secara tidak hati-hati). (Tonia, 1994).
Dapat disimpulkan bahwa kelalaian adalah melakukan
sesuatu yang harusnya dilakukan pada tingkatan keilmuannya tetapi tidak
dilakukan atau melakukan tindakan dibawah standar yang telah ditentukan. Kelalaian
praktek keperawatan adalah seorang perawat tidak mempergunakan tingkat
ketrampilan dan ilmu pengetahuan keperawatan yang lazim dipergunakan dalam
merawat pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama.
2.3.1 Jenis-jenis kelalaian
Bentuk-bentuk dari kelalaian menurut sampurno (2005), sebagai
berikut:
2.3.1.1 Malfeasance :
yaitu melakukan tindakan yang menlanggar hukum atau tidak tepat/layak, misal: melakukan tindakan keperawatan tanpa
indikasi yang memadai/tepat
2.3.1.2 Misfeasance : yaitu
melakukan pilihan tindakan keperawatan yang tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat
Misal: melakukan tindakan keperawatan
dengan menyalahi prosedur
2.3.1.3 Nonfeasance : Adalah tidak melakukan tindakan keperawatan yang merupakan kewajibannya.
Misal: Pasien seharusnya dipasang pengaman
tempat tidur tapi tidak dilakukan.
Sampurno (2005), menyampaikan bahwa suatu
perbuatan atau sikap tenaga kesehatan dianggap lalai, bila memenuhi empat (4)
unsur, yaitu:
- Duty atau kewajiban tenaga kesehatan
untuk melakukan tindakan atau untuk tidak melakukan tindakan tertentu
terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi tertentu.
- Dereliction of the duty atau penyimpanagan kewajiban
- Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh
pasien sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan yang diberikan oleh
pemberi pelayanan.
- Direct cause relationship atau hubungan sebab akibat yang
nyata, dalam hal ini harus terdapat hubungan sebab akibat antara
penyimpangan kewajiban dengan kerugian yang setidaknya menurunkan
“Proximate cause”
2.4 Liabilitas dalam praktek keperawatan
Liabilitas adalah tanggungan yang dimiliki
oleh seseorang terhadap setiap tindakan atau kegagalan melakukan tindakan. Perawat profesional, seperti
halnya tenaga
kesehatan lain mempunyai tanggung jawab terhadap setiap bahaya yang timbulkan dari kesalahan tindakannya.
Tanggungan yang dibebankan perawat dapat berasal dari kesalahan yang dilakukan oleh perawat baik berupa
tindakan kriminal kecerobohan dan kelalaian.
Seperti telah didefinisikan diatas bahwa kelalaian
merupakan kegagalan melakukan sesuatu yang oleh orang lain dengan klasifikasi
yang sama, seharusnya dapat dilakukan dalam situasi yang sama, hal ini
merupakan masalah hukum yang paling lazim terjadi dalam keperawatan. Terjadi
akibat kegagalan menerapkan pengetahuan dalam praktek antara lain disebabkan
kurang pengetahuan. Dan dampak kelalaian ini dapat merugikan pasien.
Sedangkan akuntabilitas adalah konsep yang sangat
penting dalam praktik keperawatan. Akuntabilitas mengandung arti dapat
mempertaggung jawabkan suatu tindakan yang dilakukan dan dapat menerima
konsekuensi dari tindakan tersebut (Kozier,
1991).
2.5 Dasar hukum perundang-undangan praktek keperawatan.
Beberapa perundang-undangan yang melindungi bagi pelaku dan penerima praktek keperawatan
yang ada di Indonesia, adalah sebagai berikut:
2.5.1 Undang – undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, bagian kesembilan pasal
32 (penyembuhan penyakit dan pemulihan)
2.5.2 Undang – undang No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
2.5.3 Peraturan menteri kesehatan No.159b/Men.Kes/II/1998 tentang Rumah Sakit
2.5.4 Peraturan Menkes No.660/MenKes/SK/IX/1987 yang dilengkapi surat ederan
Direktur Jendral Pelayanan Medik No.105/Yan.Med/RS.Umdik/Raw/I/88 tentang
penerapan standard praktek keperawatan bagi perawat kesehatan di Rumah Sakit.
2.6 Kepmenkes No.647/SK/IV/2000 tentang registrasi dan praktik perawat dan direvisi dengan SK Kepmenkes No.1239/Menkes/SK/XI/2001
tentang registrasi dan praktik perawat.
Perlindungan hukum baik bagi pelaku dan penerima
praktek keperawatan memiliki akontabilitas terhadap keputusan dan tindakannya.
Dalam menjalankan tugas sehari-hari tidak menutup kemungkinan perawat berbuat
kesalahan baik sengaja maupun tidak sengaja. Oleh karena itu dalam menjalankan
prakteknya secara hukum perawat harus memperhatikan baik aspek moral atau etik
keperawatan dan juga aspek hukum yang berlaku di Indonesia. Fry (1990)
menyatakan bahwa akuntabilitas mengandung dua komponen utama, yakni tanggung
jawab dan tanggung gugat. Hal ini berarti tindakan yang dilakukan perawat
dilihat dari praktik keperawatan, kode etik dan undang-undang dapat dibenarkan
atau absah (Priharjo, 1995)
2.7 Tanggung jawab profesi perawat
Perawat adalah salah satu pekerjaan yang memiliki
ciri atau sifat yang sesuai dengan ciri-ciri profesi. Saat ini Indonesia sudah
memiliki pendidikan profesi keperawatan yang sesuai dengan undang-undang
sisdiknas, yaitu pendidikan keprofesian yang diberikan pada orang yang telah
memiliki jenjang S1 di bidang keperawatan, bahkan sudah ada pendidikan
spesialis keperawatan. Organisasi profesi keperawatan telah memiliki standar
profesi walaupun secara luas sosialisasi masih berjalan lamban. Karena Tanggung
jawab dapat dipandang dalam suatu kerangka sistem hirarki, dimulai dati tingkat
individu, tingkat institusi/profesional dan tingkat sosial (Kozier,1991)
Profesi perawat telah juga memiliki aturan tentang
kewenangan profesi, yang memiliki dua aspek, yaitu kewenangan material dan
kewenangan formil. Kewenagan material diperoleh sejak seseorang memperoleh
kompetensi dan kemudian ter-registrasi, yang disebut sebagai Surat ijin perawat
(SIP) dalam kepmenkes 1239. sedangkan kewenangan formil adalah ijin yang
memberikan kewenangan kepada perawat (penerimanya) untuk melakukan praktek
profesi perawat, yaitu Surat Ijin Kerja (SIK) bila bekerja didalam suatu
institusi dan Surat Ijin Praktik Perawat (SIPP) bila bekerja secara perorangan
atau kelompok. (Kepmenkes 1239, 2001)
Kewenangan profesi haruslah berkaitan dengan
kompetensi profesi, tidak boleh keluar dari kompetensi profesi. Kewenangan
perawat melakukan tindakan diluar kewenangan sebagaimana disebutkan dalam pasal
20 Kepmenkes 1239 adalah bagian dari good samaritan law yang memang diakui
diseluruh dunia. Otonomi kerja perawat dimanifestasikan ke dalam adanya
organisasi profesi, etika profesi dan standar pelayanan profesi. Oragnisasi
profesi atau representatif dari
masyrakat profesi harus mampu melaksanakan self-regulating, self-goverming dan
self-disciplining, dalam rangka memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa
perawat berpraktek adalah perawat yang telah kmpeten dan memenuhi standar.
Etika profesi dibuat oleh organisasi
profesi/masyrakat profesi, untuk mengatur sikap dan tingkah laku para
anggotanya, terutama berkaitan dengan moralitas. Etika
profesi perawat mendasarkan ketentuan-ketentuan didalamnya kepada etika umum
dan sifat-sifat khusus moralitas profesi perawat, seperti autonomy,
beneficence, nonmalefience, justice, truth telling, privacy, confidentiality,
loyality, dan lalin-lain. Etika profesi bertujuan mempertahankan keluhuran
profesi umumnya dituliskan dalam bentuk kode etik dan pelaksanaannya diawasi
oleh sebuah majelis atau dewan kehormatan etik.
Sedangkan standar pelayanan Kepmenkes 1239 disebut
sebagai standar profesi, dan diartikan sebagai pedoman yang harus dipergunakan
sebagai petunjuk dalam menjalanankan profesi secara baik dan benar.
Tanggung jawab hukum pidana profesi perawat jelas
merupakan tanggung jawab perorangan atas perbuatan pelanggaran hukum pidana
yang dilakukannya. Jenis pidana yang mungkin dituntutkan kepada perawat adalah
pidana kelalaian yang mengakibatkan luka (pasal 360 KUHP), atau luka berat atau
mati (pasal 359 KUHP), yang dikualifikasikan dengan pemberatan ancaman
pidananya bila dilakukan dalam rangka melakukan pekerjaannya (pasal 361 KUHP).
Sedangkan pidana lain yang bukan kelalaian yang mungkin dituntutkan adalah
pembuatan keterangan palsu (pasal 267-268 KUHP).
Didalam setting Rumah Sakit, pidana kelallaian
yang dapat dituntutkan kepada profesi perawat dapat berupa kelalaian dalam
melakukan asuhan keperawatan maupun kelalaian dalam melakukan tindakan medis
sebagai pelaksana delegasi tindakan medis. Kelalaian dapat berupa kelalaian
dalam mencegah kecelakaan di Rumah Sakit (jatuh), kelalaian dalam mencegah
terjadinya decubitus atau pencegahan infeksi, kelalaian dalam melakukan
pemantauan keadaan pasien, kelalaian dalam merespon suatu kedaruratan, dan
bentuk kelalaian lainnya yang juga dapat terjadi pada pelayanan profesi
perorangan.
2.8 Beberapa
bentuk Kelalaian dalam Keperawatan.
Pelayanan kesehatan saat ini menunjukkan kemajuan
yang cepat, baik dari segi pengetahuan maupun teknologi, termasuk bagaimana
penatalaksanaan medis dan tindakan keperawatan yang bervariasi. Sejalan dengan
kemajuan tersebut kejadian malpraktik dan juga adanya kelalaian juga terus
meningkat sebagai akibat kompleksitas dari bentuk pelayanan kesehatan khususnya
keperawatan yang diberikan dengan standar keperawatan. (Craven & Hirnle, 2000).
Beberapa situasi yang berpotensial menimbulkan
tindakan kelalaian dalam keperawatan diantaranya yaitu :
2.8.1 Kesalahan pemberian obat: Bentuk kelalaian
yang sering terjadi. Hal ini dikarenakan
begitu banyaknya jumlah obat yang beredar metode pemberian yang bervariasi. Kelalaian yang sering terjadi,
diantaranya kegagalan membaca label
obat, kesalahan menghitung dosis obat, obat diberikan
kepada pasien yang tiak teoat, kesalahan mempersiapkan konsentrasi, atau kesalahan rute pemberian. Beberapa kesalahan
tersebut akan menimbulkan akibat
yang fatal, bahkan menimbulkan kematian.
2.8.2 Mengabaikan Keluhan
Pasien: termasuk perawat dalam melalaikan dalan melakukan observasi dan memberi
tindakan secara tepat. Padahal dapat saja
keluhan pasien menjadi data yang dapat dipergunakan dalam menentukan
masalah pasien dengan tepat (Kozier,
1991)
2.8.3 Kesalahan
Mengidentifikasi Masalah Klien: Kemunungkinan terjadi pada situasi RS yang
cukup sibuk, sehingga kondisi pasien tidak dapat secara rinci diperhatikan. (Kozier, 1991).
2.8.4 Kelalaian di ruang
operasi: Sering ditemukan kasus adanya benda atau alat kesehatan yang tertinggal di tubuh pasien
saat operasi. Kelalaian ini juga kelalaian
perawat, dimana peran perawat di kamar operasi harusnya mampu mengoservasi jalannya operasi,
kerjasama yang baik dan terkontrol
dapat menghindarkan kelalaian ini.
2.8.5 Timbulnya Kasus
Decubitus selama dalam perawatan: Kondisi ini muncul karena kelalaian perawat, kondisi ini
sering muncul karena asuhan keperawatan
yang dijalankan oleh perawat tidak dijalankan dengan baik dan juga
pengetahuan perawat terdahap asuhan keperawatan tidak optimal.
2.8.6 Kelalaian terhadap keamanan
dan keselamatan Pasien: Contoh yang sering ditemukan
adalah kejadian pasien jatuh yang sesungguhnya
dapat dicegah jika perawat
memperhatikan keamanan tempat tidur pasien.
Beberapa rumah
sakit memiliki aturan tertentu mengenai penggunaan alat-alat untuk mencegah hal ini.
2.9 Dampak Kelalaian
Kelalaian yang dilakukan oleh perawat akan memberikan
dampak yang luas, tidak saja kepada pasien dan keluarganya, juga kepada pihak
Rumah Sakit, Individu perawat pelaku kelalaian dan terhadap profesi. Selain
gugatan pidana, juga dapat berupa gugatan perdata dalam bentuk ganti rugi. (Sampurna, 2005).
Bila dilihat dari segi etika praktek keperawatan,
bahwa kelalaian merupakan bentuk dari pelanggaran dasar moral praktek
keperawatan baik bersifat pelanggaran autonomy, justice, nonmalefence, dan
lainnya. (Kozier, 1991) dan
penyelesainnya dengan menggunakan dilema etik. Sedangkan dari segi hukum
pelanggaran ini dapat ditujukan bagi pelaku baik secara individu dan profesi
dan juga institusi penyelenggara pelayanan praktek keperawatan, dan bila ini terjadi kelalaian dapat
digolongan perbuatan pidana dan perdata (pasal 339, 360 dan 361 KUHP).
BAB III
KASUS
PERLINDUNGAN LEGAL KEPERAWATAN
KASUS :
Tn.T umur 55 tahun, dirawat di ruang 206 perawatan neurologi Rumah Sakit AA,
tn.T dirawat memasuki hari ketujuh perawatan. Tn.T dirawat di ruang tersebut dengan
diagnosa medis stroke iskemic, dengan kondisi saat masuk Tn.T tidak sadar,
tidak dapat makan, TD: 170/100, RR: 24
x/mt, N: 68 x/mt. Kondisi pada hari ketujuh perawatan didapatkan Kesadaran
compos mentis, TD: 150/100, N: 68, hemiparese/kelumpuhan anggota gerak dextra
atas dan bawah, bicara pelo, mulut mencong kiri. Tn.T dapat mengerti bila
diajak bicara dan dapat menjawab pertanyaan dengan baik tetapi jawaban Tn.T
tidak jelas (pelo). Tetapi saat sore hari sekitar pukul 17.00 wib terdengar
bunyi gelas plastik jatuh dan setelah itu terdengar bunyi seseorang jatuh dari
tempat tidur, diruang 206 dimana tempat Tn.T dirawat. Saat itu juga perawat yang mendengar suara
tersebut mendatangi dan masuk ruang 206, saat itu perawat mendapati Tn.T sudah
berada dilantai dibawah tempatt tidurnya dengan barang-barang disekitarnya
berantakan.
Ketika peristiwa itu terjadi keluarga Tn.T sedang berada dikamar mandi,
dengan adanya peristiwa itu keluarga juga langsung mendatangi tn.T, keluarga
juga terkejut dengan peristiwa itu, keluarga menanyakan kenapa terjadi hal itu
dan mengapa, keluarga tampak kesal dengan kejadian itu. Perawat dan keluarga
menanyakan kepada tn.T kenapa bapak jatuh, tn.T mengatakan ”saya akan mengambil
minum tiba-tiba saya jatuh, karena tidak ada pengangan pad temapt tidurnya”,
perawat bertanya lagi, kenapa bapak tidak minta tolong kami ” saya pikir kan
hanya mengambil air minum”.
Dua jam sebelum kejadian, perawat merapikan tempat tidur tn.T dan perawat
memberikan obat injeksi untuk penurun darah tinggi (captopril) tetapi perawat
lupa memasng side drill tempat tidur tn.T kembali. Tetapi saat itu juga perawat
memberitahukan pada pasien dan keluarga, bila butuh sesuatu dapat memanggil
perawat dengan alat yang tersedia.
3.1 ANALISA KASUS
Contoh kasus pada bab III merupakan salah satu bentuk kasus kelalaian dari
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan, seharusnya perawat memberikan rasa
aman dan nyaman kepada pasien (Tn.T). rasa nyaman dan aman salah satunya dengan
menjamin bahwa Tn.T tidak akan terjadi injuri/cedera, karena kondisi Tn.T
mengalami kelumpuhan seluruh anggota gerak kanan, sehingga mengalami kesulitan
dalam beraktifitas atau menggerakan tubuhnya.
Pada kasus diatas menunjukkan bahwa kelalaian perawat dalam hal ini lupa
atau tidak memasang pengaman tempat tidur (side drill) setelah memberikan obat
injeksi captopril, sehingga dengan tidak adanya penghalang tempat tidur membuat
Tn.T merasa leluasa bergerak dari tempat tidurnya tetapi kondisi inilah yang menyebabkan
Tn.T terjatuh.
Bila melihat dari hubungan perawat – pasien dan juga tenaga kesehatan lain
tergambar pada bentuk pelayanan praktek keperawatan, baik dari kode etik dan
standar praktek atau ilmu keperawatan. Pada praktek keperawatan, perawat
dituntut untuk dapat bertanggung jawab baik etik, disiplin dan hukum. Dan
prinsipnya dalam melakukan praktek keperawatan, perawat harus menperhatikan
beberapa hal, yaitu: Melakukan praktek keperawatan dengan ketelitian dan
kecermatan, sesuai standar praktek keperawatan, melakukan kegiatan sesuai
kompetensinya, dan mempunyai upaya peningkatan kesejaterahan serta kesembuhan
pasien sebagai tujuan praktek.
Kelalaian implikasinya dapat dilihat dari segi etik dan hukum, bila
penyelesaiannya dari segi etik maka penyelesaiannya diserahkan dan ditangani
oleh profesinya sendiri dalam hal ini dewan kode etik profesi yang ada diorganisasi
profesi, dan bila penyelesaian dari segi hukum maka harus dilihat apakah hal
ini sebagai bentuk pelanggaran pidana atau perdata atau keduannya dan ini
membutuhkan pakar dalam bidang hukum atau pihak yang berkompeten dibidang
hukum.
Bila dilihat dari beberapa teori diatas, maka kasus Tn.T, merupakan
kelalaian dengan alasan, sebagai berikut:
3.1.2 Kasus kelalaian
Tn.T terjadi karena perawat tidak melakukan tindakan keperawatan yang merupakan
kewajiban perawat terhadap pasien, dalam hal ini perawat tidak melakukan
tindakan keperawatan sesuai standar profesi keperawatan, dan bentuk kelalaian
perawat ini termasuk dalam bentuk Nonfeasance.
Terdapat beberapa hal yang memungkinkan perawat
tidak melakukan tindakan keperawatan dengan benar, diantaranya sebagai berikut:
3.1.2.1 Perawat tidak kompeten (tidak sesuai dengan kompetensinya)
3.1.2.2 Perawat tidak mengetahui SAK dan SOP
3.1.2.3 Perawat tidak memahami standar praktek keperawatan
3.1.2.4 Rencana
keperawatan yang dibuat tidak lengkap
3.1.2.5 Supervise dari ketua tim, kepala ruangan atau perawat primer tidak dijalankan dengan baik
3.1.2.6 Tidak mempunyai tool evaluasi yang benar dalam supervise keperawatan
3.1.2.7 Kurangnya komunikasi perawat kepada pasien dan kelaurga tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan
perawatan pasien. Karena kerjasama pasien dan keluarga merupakan hal yang penting.
3.1.2.8 Kurang atau tidak melibatkan keluarga dalam merencanakan asuhan keperawatan
3.1.3 Dampak – dampak kelalaian
Dampak dari kelalaian secara umum dapat dilihat
baik sebagai pelanggaran etik dan pelanggaran hukum, yang jelas mempunyai
dampak bagi pelaku, penerima, dan organisasi profesi dan administrasi.
3.1.3.1 Terhadap Pasien
Terjadinya kecelakaan atau injury dan dapat menimbulkan masalah keperawatan
baru
1) Biaya Rumah Sakit bertambah akibat
bertambahnya hari rawat
2) Kemungkinan terjadi komplikasi/munculnya
masalah kesehatan/keperawatan lainnya.
3) Terdapat pelanggaran hak dari pasien,
yaitu mendapatkan perawatan sesuai dengan standar yang benar.
4) Pasien dalam hal ini keluarga pasien dapat
menuntut pihak Rumah Sakit atau perawat secara peroangan sesuai dengan
ketententuan yang berlaku, yaitu KUHP.
3.1.3.2 Perawat sebagai individu/pribadi
5) perawat tidak dipercaya oleh pasien,
keluarga dan juga pihak profesi sendiri, karena telah melanggar prinsip-prinsip
moral/etik keperawatan, antara lain:
a) Beneficience, yaitu tidak melakukan hal
yang sebaiknya dan merugikan pasien
b) Veracity, yaitu tidak mengatakan kepada
pasien tentang tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh pasien dan keluarga
untuk dapat mencegah pasien jatuh dari tempat tidur
c) Avoiding killing, yaitu perawat tidak
menghargai kehidupan manusia, jatuhnya pasien akan menambah penderitaan pasien
dan keluarga.
d) Fidelity, yaitu perawat tidak setia pad
komitmennya karena perawat tidak mempunyai rasa “caring” terhadap pasien dan
keluarga, yang seharusnya sifat caring ini selalu menjadi dasar dari pemberian
bantuan kepada pasien.
6) Perawat akan menghadapai tuntutan hukum
dari keluarga pasien dan ganti rugi atas kelalaiannya. Sesuai KUHP.
7) Terdapat unsur kelalaian dari perawat,
maka perawat akan mendapat peringatan baik dari atasannya (Kepala ruang –
Direktur RS) dan juga organisasi profesinya.
3.1.3.3 Bagi Rumah Sakit
8) Kurangnya kepercayaan masyarakat untuk
memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan RS
9) Menurunnya kualitas keperawatan, dan
kemungkinan melanggar visi misi Rumah Sakit
10) Kemungkinan RS dapat dituntut baik secara
hukum pidana dan perdata karena melakukan kelalaian terhadap pasien
11) Standarisasi pelayanan Rumah Sakit akan
dipertanyakan baik secara administrasi dan prosedural
3.1.3.4 Bagi profesi
12) Kepercayaan masyarakat terhadap profesi keperawatan berkurang,
karena menganggap organisasi profesi tidak dapat menjamin kepada masyarakat
bahwa perawat yang melakukan asuhan keperawatan adalah perawat yang sudah
kompeten dan memenuhi standar keperawatan.
13) Masyarakat atau keluarga pasien akan
mempertanyakan mutu dan standarisasi perawat yang telah dihasilkan oleh
pendidikan keperawatan
3.2 Hal yang perlu
dilakukan dalam upaya pencegahan dan perlindungan bagi penerima pelayanan
asuhan keperawatan, adalah sebagai berikut:
# Bagi Profesi atau Organisasi Profesi keperawatan
:
b. Bagi perawat secara individu harus
melakukan tindakan keperawatan/praktek keperawatan dengan kecermatan dan
ketelitian tidak ceroboh.
c. Perlunya standarisasi praktek keperawatan
yang di buat oleh organisasi profesi dengan jelas dan tegas.
d. Perlunya suatu badan atau konsil
keperawatan yang menyeleksi perawat yang sebelum bekerja pada pelayanan
keperawatan dan melakukan praktek keperawatan.
e. Memberlakukan segala ketentuan/perundangan
yang ada kepada perawat/praktisi keperawatan sebelum memberikan praktek
keperawatan sehingga dapat dipertanggung jawabkan baik secara administrasi dan
hukum, missal: SIP dikeluarkan dengan sudah melewati proses-proses tertentu.
3.3 Bagi
Rumah Sakit dan Ruangan
- Hendaknya
Rumah Sakit melakukan uji kompetensi sesuai standarisasi yang telah
ditetapkan oleh profesi keperawatan
- Rumah
Sakit dalam hal ini ruangan rawat melakukan uji kompetensi pada bidangnya
secara bertahap dan berkesinambungan.
- Rumah
Sakit/Ruang rawat dapat melakukan system regulasi keperawatan yang jelas
dan sesuai dengan standar, berupa registrasi, sertifikasi, lisensi bagi
perawatnya.
- Perlunya
pelatihan atau seminar secara periodic bagi semua perawat berkaitan dengan
etik dan hukum dalam keperawatan.
- Ruangan
rawat harus membuat SAK atau SOP yang jelas dan sesuai dengan standar
praktek keperawatan.
- Bidang
keperawatan/ruangan dapat memberikan pembinaan kepada perawat yang
melakukan kelalaian.
- Ruangan
dan RS bekerjasama dengan organisasi profesi dalam pembinaan dan persiapan
pembelaan hukum bila ada tuntutan dari keluarga.
Penyelesaian Kasus Tn.T dan kelalaian perawat diatas, harus memperhatikan
berbagai hal baik dari segi pasien dan kelurga, perawat secara perorangan,
Rumah Sakit sebagai institusi dan juga bagaimana padangan dari organisasi
profesi.
Pasien dan keluarga perlu untuk dikaji dan dilakukan testomoni atas
kejadian tersebut, bila dilihat dari kasus bahwa Tn.T dan kelurga telah
diberikan penjelasan oleh perawat sebelum, bila membutuhkan sesuatu dapat
memanggil perawat dengan menggunakan alat bantu yang ada. Ini menunjukkan juga
bentuk kelalaian atau ketidakdisiplinan dari pasien dan keluarga atas jatuhnya
Tn.T.
Segi perawat secara perorangan, harus dilihat dahulu apakah perawat
tersebut kompeten dan sudah memiliki Surat ijin perawat, atau lainnya sesuai
ketentuan perudang-undangan yang berlaku, apa perawat tersebut memang kompete
dan telah sesuai melakukan praktek asuhan keperawatan pada pasien dengan
stroke, seperti Tn.T.
Tetapi bagaimanapun perawat harus dapat mempertanggung jawabkan semua
bentuk kelalaian sesuai aturan perundangan yang berlaku.
Bagi pihak Rumah Sakit, harus juga memberikan penjelasan apakah perawat
yang dipekerjakan di Rumah Sakit tersebut telah memenuhi syarat-syarat yang
diperbolehkan oleh profesi untuk mempekerjakan perawat tersebut. Apakah RS atau
ruangan tempat Tn.T dirawat mempunyai standar (SOP) yang jelas. Dan harus
diperjelas bagaimana Hubungan perawat sebagai pemberi praktek asuhan
keperawatan di dan kedudukan RS terhadap
perawat tersebut.
Bagi organisasi profesi juga harus diperhatikan beberapa hal yang
memungkinkan perawat melakukan kelalaian, organisasi apakah sudah mempunyai
standar profesi yang jelas dan telah diberlakukan bagi anggotannya, dan apakah
profesi telah mempunyai aturan hukum yang mengikat anggotannya sehingga dapat
mempertanggung jawabkan tindakan praktek keperawatannya dihadapan hukum, moral
dan etik keperawatan.
Keputusan ada atau tidaknya kelalaian/malpraktek bukanlah penilaian atas
hasil akhir pelayanan praktek keperawatan pada pasien, melainkan penilaian atas
sikap dan tindakan yang dilakukan atau yang tidak dilakukan oleh tenaga medis
dibandingkan dengan standar yang berlaku.
IV. Faktor Manusia dalam
Kasus Malpraktek
Sampai dengan tahun 2008 telah terjadi 387 kasus
malpraktek di Indonesia, seperti teori gunung es data tersebut hanyalah data yang
nampak di permukaan kasus yang terjadi kemungkinan besar jauh lebih banyak
dibandingkan dengan data yang terpaparkan tersebut. Padahal dokter sebagai
pelaku sebagian besar kasus mal praktek merupakan seorang ahli yang telah
mumpuni di bidangnya, sang dokter telah mengikuti kuliah selama bertahun-tahun
dengan disiplin yang ketat sehingga diharapakan mampu melayani pasien dengan
baik. Mengapa mal praktek masih terjadi ? sebelumnya mari kita lihat pengertian
dari mal praktek itu sendiri. Menurut M.Jusuf Hanafiah & Amri Amir
(1999: 87), malpraktek adalah:
“Kelalaian seorang dokter
untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu yang lazim dipergunakan dalam
mengobati pasien atau orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang
sama. Yang dimaksud kelalaian disini adalah sikap kurang hati-hati, yaitu tidak
melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati melakukannya dengan wajar,
tapi sebaliknya melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati tidak akan
melakukannya dalam situasi tersebut. Kelalaian diartikan pula dengan melakukan
tindakan kedokteran di bawah standar pelayanan medis (standar profesi dan
standar prosedur operasional)”
adapun jenis-jenis dari malpraktek tersebut
adalah :
- adanya unsur kesalahan/kelalaian yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan dalam menjalankan profesinya;
- adanya perbuatan yang tidak sesuai dengan standar prosedur
operasional;
- adanya luka berat atau mati, yang mengakibatkan pasien cacat
atau meninggal dunia;
- adanya hubungan kausal, dimana luka berat yang dialami pasien
merupakan akibat dari perbuatan dokter tidak sesuai dengan standar
pelayanan medis.
Jadi apa yang menyebabkan para ahli melakukan
kesalahan-kesalahan tersebut ? Dalam diskusi internal Ikatan Dokter Indonesia
pada pertengahan tahun lalu dimunculkan beberapa akar penyebab tersebut, yaitu:
- Pemahaman dan penerapan etika kedokteran yang rendah. Hal ini
diduga merupakan akibat dari sistem pendidikan di Fakultas Kedokteran yang
tidak memberikan materi etika kedokteran sebagai materi yang juga mencakup
afektif – tidak hanya kognitif.
- Paham materialisme yang semakin menguat di masyarakat pada
umumnya dan di dalam pelayanan kedokteran khususnya.
- Belum adanya peraturan perundang-undangan yang menjamin
akuntabilitas profesi kedokteran (saat ini kita sedang menunggu diundangkannya
UU Praktik Kedokteran yang diharapkan dapat mengatur praktek kedokteran
yang akuntabel).
- Belum adanya good clinical governance di dalam pelayanan
kedokteran di Indonesia, yang terlihat dari belum ada atau kurangnya
standar (kompetensi, perilaku dan pelayanan) dan pedoman (penatalaksanaan
kasus), serta tidak tegasnya penegakan standar dan pedoman tersebut.
Selain hal tersebut kesalahan manusia juga
memberi efek yang sangat besar, menurut Christoper Chabris (psikolog kognitif)
penyebab seorang ahli bedah yang telah bekerja bertahun-tahun meninggalkan
benda di tubuh pasien diantaranya adalah kesalahan asumsi dan kurangnya
perhatian akan benda yang tidak terduga. Dokter bedah yang telah bertahun-tahun
bekerja biasanya hanya berfokus pada prosedur yang telah dijalani secara
berulang-ulang, sehingga ketika terdapat benda asing yang masuk kedalam tubuh
pasien ahli bedah tersebut cenderung tidak melihatnya karena telah berasumsi
tidak akan ada benda tersebut yang masuk ke tubuh pasien.
Oleh karena itu maka sebaiknya perlu dilakukan
perbaikan sistem secara menyeluruh. Dimulai dari sistem pendidikan kedokteran
di Indonesia dari penyeleksian ujian masuk kedokteran yang lebih ketat sampai
dengan lembaga-lembaga yang bertanggung jawab mengawasi praktek yang dilakukan
oleh para dokter. Pasien juga diharapkan turut serta mengawasi kinerja dari
para dokter karena biar bagaimanapun dokter hanyalah manusia biasa yang masih
mungkin melakukan kesalahan, namun dengan kerjasama dari seluruh pihak yang
terkait kemungkinan malpraktek dapat diminimalisir.
CONTOH KASUS MALPRAKTIK
KELALAIAN DOKTER, KAKI DI AMPUTASI
LENSAINDONESIA.COM: Penyelesaian kasus dugaan malpraktek di
RSUD Swadana Kabupaten Jombang melalui hearing di ruang komisi D DPRD setempat
menemui jalan buntu.Upaya Komisi D mempertemukan keluarga korban malpraktek dan perwakilan RSUD Swadana Jombang agar permasalahan segera diselesaikan, tidak membuahkahkan hasil apa-apa. Sebab, dalam hearing tersebut, masing-masing pihak saling memojokkan satu sama lain dan mempertahankan argumenya masing masing.
Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Nahdaltul Ulama (NU) Jombang selaku pendamping korban menyatakan bahwa dokter tekah salah memberi obat saat melakukan tindakan medis sehingga pasien jantung tersebut mengalami strok berat. Dan anehnya, kaki Abdul Manan (pasien) malah diamputasi.
Sementara forum fasilitasi RSUD Swadana Jombang ‘ngeyel’ kalau tindakan medis dokter sudah sesuai dengan protap (prosedur tetap).
Karena menuai jalan buntu, DPRD Jombang akhinya lepas tangan dan menyerahkan penyelesaian kepada masing masing pihak.
Alhasil, rasa kecewa yang mendalam hasus dialami Sri Masriah (58) istri korban. “Saya kecewa. Kami ini dirugikan. Suami saya kehilangan kaki akibat kelalaian dokter,” keluhnya kepada LICOM usai hearing, Kamis (2/8/2012).
Sementara itu, Deputi Direktur Urusan Advokasi & Kebijakan Publik Lakpesdam NU Jombang Aan Anshori, mengatakan hearing yang tidak memunculkan rekomendasi apapun tersebut sangat mengecewakan dan janggal. Sebab, yang disampakan istri korban tidak sepenuhnya salah.
Agar kasus kasus malpraktik terhadap pasen tersebut dapat dipertanggungjawabkan, Lakpesdam akan mendorong keluarga korban meneruskan masalah ini dengan melaporkan ke Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan menempuh hukum.
“Kita mencari keadilan. Kami akan melaporkan hal ke IDI dan menempuh jalur hukum,” tegasnya usai hearing.
Dilain pihak, Direktur rumah sakit swadana, drg Subandriyah, mengatakan dirinya merasa kecewa dengan pihak korban, karena setelah keluar rumah tidak lagi datang untuk melakukan rehabilitasi.
Dihadapan para anggota dewan, Subandriyah meminta pada istri manan untuk kembali ke rumah sakit untuk melakukan rehabilitasi demi kebaikan kesehatanya. “Hal ini sebagai rasa kekewatiran kami pada Pak Manan,” bujuknya.
Menggapi rayuan itu, Sri Masriah menyatakan tidak akan membawa suaminya ke RSUD Jombang lagi sebab secara psikologis, korban masih trauma dengan tindakan dokter.
Seperti diberitakan sebelumnya, kasus dugaan malpraktek kembali terjadi di RSUD Swadana Jombang.
Setelah Muhammad Erick Indra Effendi (16) yang meninggal dunia pada 8 Meret 2011 lalu diduga akibat mal praktek dan kelalaian dokter Dr Wahyu Widjanarko, SP JP, kali ini hal serupa juga menimpa Manan, seorang pasien penyakit jantung.
Abdul Manan (61) warga Kelurahan Kaliwungu, Kecamatan Kota Jombang yang didiagnosa mengindap penyakit jantung malah kakinya yang diamputasi.*yuanto
Linda Gumelar Tanggapi Kasus
Malpraktek Cindy Claudia Harahap
Kapanlagi.com - Dugaan malpraktek terhadap Cindy Claudia Harahap mendapat
tanggapan dari masyarakat. Salah satunya adalah Menteri Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak, Linda Amalia
Sari Gumelar.
Wanita yang akrab disapa Linda
Gumelar ini mengaku tak dapat berkomentar lebih jauh, karena ini
menyangkut masalah individu. Namun demikian, sudah seharusnya pasien, baik
perempuan maupun pria, mendapat perlindungan dari segi kesehatan."Saya memang dengar berita ini. Malah dia anggap sudahlah, tergantung pada suami. Saya dengar gitu. Jadi saya gak bisa komentar karena sangat individu. Namun tentu kita himbau supaya diberikan perlindungan yang baik dari sisi kesehatan pada masyarakat, perempuan atau pria atau anak. Jangan dibeda-bedakan. Semua harus dapat layanan yang baik dan bertanggung jawab," tutur Linda saat ditemui di FX Mall Jakarta.
Lebih lanjut dikatakan persoalan dugaan mal praktek tersebut sudah merupakan penegakan hukum lantaran adanya kode etik dari profesi. Lalu ketika ditanya apakah dugaan mal praktek Cindy Claudia Harahap dapat dilaporkan secara hukum, Linda mengangguk.
"Soal ini mestinya penegak hukum karena sudah ada kode etik dari tenaga kesehatan, profesi kedokteran, juga ada tim yang mengevaluasi. Jadi tergantung korban, apakah mau lapor atau tidak," jelasnya pada Jumat (7/9)
Berikut 10 besar
kesalahan fatal dalam dunia kedokteran :
Sherman Sizemore
10 Kasus Kesalahan Mallpraktek Paling Aneh
Pria dari
Virginia Barat ini, mengaku terbangun dari Pingsannya ketika dioperasi dan
merasakan setiap sayatan dari pisau bedah yang dilakukan tim dokter ketika
mengoperasi, hal itu menyebabkan ia mengalami trauma selama dua minggu setelah
operasi selesai.
Sherman Sizemore
kemudian mengajukan tuntutan ke Rumah Sakit Umum Raleigh Beckley, W.Va., Jan
19, 2006 untuk operasi penyelidikan dan menentukan penyebab ia terbangun.
Tetapi pada saat operasi, dia dilaporkan mengalami fenomena yang dikenal
sebagai yg menyebabkan kematirasaan kesadaran – sebuah negara di mana seorang
pasien bedah dapat merasakan sakit, tekanan atau kegelisahan saat operasi,
tetapi tidak dapat bergerak atau berkomunikasi dengan dokter.
Tim Dokter Telah
melukai pria 73 tahun tersebut dengan pengalaman yang terjaga selama operasi
tetapi tidak dapat bergerak atau menjerit kesakitan.
Louis Park,
Minnesota, pasien yang dirujuk ke Rumah Sakit Park Nicollet Metodhist karena
memiliki tumor yang diyakini menjadi kanker. Namun, dokter salah mendiagnosa
dan membuang ginjal yang sehatnya.
“Penemuan ini
dilakukan pada hari berikutnya ketika diperiksa oleh tim patologi dan tidak
menemukan bukti dari segala kejahatan,” kata Samuel Carlson, MD dan pimpinan
Park Nicollet Chief Medical Officer. Yang berpotensi kanker, ginjal tetap utuh
dan berfungsi. Untuk privasi dan permintaan keluarga, tidak ada rincian tentang
pasien.
Dua bulan
setelah dua kali operasi bypass jantung yang diduga untuk menyelamatkan
hidupnya, pelawak dan mantan Pembawa acara Saturday Night Live cast, Dana
Carvey mendapat berita : ahli bedah jantung yang telah melakukan tindakan medis
tersebut salah mengoperasi.
Butuh waktu lain
mengadakan operasi darurat untuk menghapus blockage yang mengancam dapat
membunuh pria berusia 45 tahun yang bekerja sebagai pelawak dan ayah dari dua
anak tersebut. Akhirnya Ia pun menuntut senilai US $ 7,5 juta.
Carvey membawa
perkara terhadap rumah sakit tersebut, dengan mengatakan ahli bedah telah
melakukan kesalahan fatal “Ini seperti mengeluarkan ginjal yang salah. dan itu
merupakan kesalahan yang besar,” demikian seperti dikutip People Magazine.
Wanita 17 tahun
yang bernama Jésica Santillán ini meninggal 2 minggu setelah menerima jantung
dan paru-paru pasien dari golongan darah yang tidak cocok dengan dia. Dokter di
Duke University Medical Center gagal dalam memeriksa kompatibilitas sebelum
operasi dimulai. Setelah operasi kedua transplantasi dengan maksud mencoba
memperbaiki kesalahan, wanita ini malah menderita kerusakan otak dan komplikasi
yang menyebabkannya meninggal.
Santillán,
seorang imigran Meksiko,datang ke Amerika Serikat tiga tahun sebelumnya untuk
mencari perawatan medis atas jantung dan paru-parunya. transplantasi Jantung
& paru-paru oleh Dokter Ahli Bedah Rumah Sakit di Universitas Duke di
Durham, NC, diharapkan akan memperbaiki kondisi ini, bukan menempatkan dia
dalam bahaya besar. Santillán, yang memiliki jenis darah-O, telah menerima
organ dari tipe donor A .
Mungkin ini
adalah kasus yang paling terkenal yakni kasus kesalahan pemotongan kaki di
Tampa (Florida) terhadap pria 52 tahun Willie King, saat operasi pemotongan
pada Februari 1995. Akibat kesalahan fatal rumah sakit tersebut di cabut
licensi nya selama 6 bulan dan denda 10.000 US$ dan membayar 900.000 US$
terhadap Willie King dan terakhir tim operasi membayar juga 250.000 US$
terhadap King.
Donald Church 10
Kasus Kesalahan Mallpraktek Paling Aneh
Donald Church,
(49 tahun), memiliki tumor di perut ketika ia berada di Universitas Washington
Medical Center di Seattle pada bulan Juni 2000. Ketika dia kembali, tumor sudah
tidak ada namun sebuah logam retractor ketinggalan didalamnya.
Dokter mengakui
kesalahannya meninggalkan logam retractor sepanjang 13 Inci didalam perut,
Untungnya, Dokter Ahli Bedah mampu mengangkat retractor tersebut segera setelah
ditemukan, dan ia tidak mengalami kesakitan jangka panjang akibat dari
kesalahan tersebut. Rumah sakit setuju untuk membayar ganti rugi sebesar US$
97,000.
Joan Morris
(nama samaran) adalah perempuan 67 tahun, ia mengaku ke rumah sakit untuk
belajar namun kesalahannya fatal, karena telah mengambil pasien yang salah yang
harusnya dioperasi otak malah dioperasi jantungya. sang pasien sudah di meja
operasi selama satu jam. Dokter telah membuat torehan -torehan di dada, artery,
alur dalam sebuah tabung dan snaked atas ke dalam hatinya (prosedur dengan
risiko perdarahan, infeksi, serangan jantung dan stroke).
saat telepon
berdering dan dokter dari departemen lain ditanya “apa yang anda lakukan dengan
pasien saya?” tidak ada yang salah dengan jantungnya ! “. Kardiolog yang
bekerja pada wanita itupun memeriksa grafik, dan melihat bahwa dia telah
membuat kesalahan yang fatal. Kajian ini dibatalkan, dan dia kembali ke kamar
itu dalam kondisi stabil.
Untuk yang
ketiga kalinya pada tahun yang sama, dokter di RS Rhode Island telah
mengoperasi salah satu sisi kepala pasien. Kejadian yang terbaru terjadi Nov 23
2007. perempuan 82-an tahun menjalani operasi untuk menghentikan pendarahan
otak dan tengkorak nya. Dokter memulai mengoperasi pengeboran sisi sebelah
kanan kepala pasien, meskipun sebuah CT scan menunjukkan perdarahan di sebelah
kiri, menurut laporan setempat.
Dan terakhir
Agustus, pria 86 tahun meninggal tiga minggu setelah seorang ahli bedah di
Rumah Sakit Rhode Island mengoperasi secara tidak sengaja di salah satu samping
kepalanya.
Ketika Nancy
Andrews, dari Commack, NY, menjadi hamil setelah mengikuti proses bayi tabnung
di klinik kesuburan Newyork. dia dan suaminya yang tampan berharap besar atas
keberhasilan proses ini. yang mereka harapkan adalah seorang anak dengan kulit
yang lebih gelap dari orang tuanya. Menyusul tes DNA yang disarankan dokter di
Kedokteran New York, pihak klinik didapati sengaja menggunakan sperma orang lain
untuk ditanamkan ke sel telur Nancy Andrews’ .
Kemudian bayi
tersebut lahir 19 Oktober 2004, mereka menuntut karena tindakan malpraktik
pemilik klinik itu.
Hal lain adalah
salah operasi, Dokter Ahli Bedah keliru membuang testis yang sehat sebelah
kanan dari veteran Air Force pria berusia 47 tahun Benjamin Houghton. Pasien
mengeluh sakit dan berkurangnya mentalitas dari testis sebelah kiri, jadi
dokter memutuskan untuk menjadwalkan operasi untuk membuangnya karena takut
kanker.
Namun, apa yang
dibuangnya adalah testis yang sehat, yakni yang sebelah kanan, pasangan
tersebut kemudian mengajukan ganti rugi sebesar U$200.000 karena kesalahan
fatal tersebut.
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Kelalaian tidak sama dengan malpraktek, tetapi
kelalaian termasuk dalam arti malpraktik, artinya bahwa dalam malpraktek tidak
selalu ada unsur kelalaian.
Dapat dikatakan bahwa kelalaian adalah melakukan
sesuatu yang harusnya dilakukan pada tingkatan keilmuannya tetapi tidak
dilakukan atau melakukan tindakan dibawah standar yang telah ditentukan.
Kelalaian praktek keperawatan adalah seorang
perawat tidak mempergunakan tingkat ketrampilan dan ilmu pengetahuan
keperawatan yang lazim dipergunakan dalam merawat pasien atau orang yang
terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama.
Kelalaian merupakan bentuk pelanggaran yang dapat
dikategorikan dalam pelanggaran etik dan juga dapat digolongan dalam
pelanggaran hukum, yang jeas harus dilihat dahulu proses terjadinya kelalaian
tersebut bukan pada hasil akhir kenapa timbulnya kelalaian. Harus dilakukan
penilaian terleih dahulu atas sikap dan tindakan yang dilakukan atau yang tidak
dilakukan oleh tenaga keperawatan dengan standar yang berlaku.
Sebagai bentuk tanggung jawab dalam praktek
keperawatan maka perawat sebelum melakukan praktek keperawatan harus mempunyai
kompetensi baik keilmuan dan ketrampilan yang telah diatur dalam profesi
keperawatan, dan legalitas perawat Indonesia dalam melakukan praktek keperawatan
telah diatur oleh perundang-undangan tentang registrasi dan praktek keperawatan
disamping mengikuti beberapa peraturan perundangan yang berlaku.
Penyelesaian kasus kelalaian harus dilihat sebagai
suatu kasus profesional bukan sebagai kasus kriminal, berbeda dengan
perbuatan/kegiatan yang sengaja melakukan kelalaian sehingga menyebabkan orang
lain menjadi cedera dll. Disini perawat dituntut untu lebih hati-hati, cermat
dan tidak cerobah dalam melakukan praktek keperawatannya. Sehingga pasien
terhindar dari kelalaian.
5.2 SARAN
1. Standar profesi keperawatan dan standar
kompetensi merupakan hal penting untuk menghindarkan terjadinya kelalaian, maka
perlunya pemberlakuan standar praktek keperawatan secara Nasional dan
terlegalisasi dengan jelas.
2. Perawat sebagai profesi baik perorangan
dan kelompok hendaknya memahami dan mentaati aturan perundang-undangan yang
telah diberlakukan di Indonesia, agar perawat dapat terhindar dari bentuk
pelanggaran baik etik dan hukum.
3. Pemahaman dan bekerja dengan
kehati-hatian, kecermatan, menghindarkan bekerja dengan cerobah, adalah cara
terbaik dalam melakukan praktek keperawatan sehingga dapat terhindar dari
kelalaian/malpraktek.
4. Rumah Sakit sebagai institusi pengelola
layanan praktek keperawatan dan asuhan keperawatan harus memperjelas
kedudukannya dan hubungannya dengan pelaku/pemberi pelayanan keperawatan,
sehingga dapat diperjelas bentuk tanggung jawab dari masing-masing pihak
5. Penyelesaian terbaik dalam menghadapi
masalah kelalaian adalah dengan jalan melakukan penilaian atas sikap dan
tindakan yang dilakukan atau yang tidak dilakukan oleh tenaga perawat dan
dibandingkan dengan standar yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
Amir & Hanafiah, (1999). Etika
Kedokteran dan Hukum Kesehatan, edisi ketiga: Jakarta: EGC.
Craven & Hirnle. (2000).
Fundamentals of nursing.
Philadelphia. Lippincott
Huston, C.J,
(2000). Leadership Roles and Management
Functions in Nursing; Theory and
Aplication; third edition: Philadelphia :
Lippincott.
Kozier. (2000). Fundamentals of Nursing : concept theory and practices. Philadelphia .
Addison Wesley.
Kepmenkes RI Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001, Tetang Resgistrasi Praktik
Perawat.
Leah curtin
& M. Josephine Flaherty (1992). Nursing Ethics; Theories and Pragmatics: Maryland: Robert J.Brady CO.
Priharjo, R (1995).
Pengantar etika keperawatan; Yogyakarta : Kanisius.
Redjeki, S. (2005). Etika keperawatan
ditinjau dari segi hukum. Materi seminar tidak diterbitkan.
Supriadi, (2001). Hukum Kedokteran :
Bandung: CV Mandar Maju.
Staunton, P and Whyburn, B. (1997). Nursing and the law. 4th
ed.Sydney: Harcourt.
Sampurno, B. (2005). Malpraktek dalam
pelayanan kedokteran. Materi seminar tidak
diterbitkan.
Soenarto
Soerodibroto, (2001). KUHP & KUHAP dilengkapi yurisprodensi Mahkamah
Agung dan Hoge Road :
Jakarta :
PT.RajaGrafindo Persada.
Tonia, Aiken. (1994). Legal, Ethical & Political Issues in Nursing. 2ndEd. Philadelphia . FA Davis.
Undang-undang Perlindungan Konsumen nomor 8 tahun 1999. Jakarta: Sinar Grafika.
No comments:
Post a Comment